Sumber : pexels
Membunuh waktu di
perjalanan dengan menatap layar smartphone
bukan hal yang asing bagiku. Walaupun sudah bertekad untuk membaca buku yang
rutin kubeli di Gramedia tapi tak rutin kubaca :”), toh ujung-ujungnya
jemariku refleks membuka aplikasi media sosial berlogo kamera.
Rupanya malam ini adalah malam keberuntunganku. Insta story yang muncul di home profile-ku tak sekadar menampilkan
gambar makanan di berbagai restoran yang seringkali membuatku lapar padahal
perutku sudah diisi berulangkali atau kemacetan ibu kota yang membuat hidup
terasa lebih menantang.
Sumber : memedad
Hashtag #10yearschallenge menjadi konten utama yang diunggah nyaris semua orang
yang ku-follow. Pengguna Instagram
seolah berlomba menampilkan foto dirinya yang sekarang sambil disandingkan
dengan gambaran dirinya 10 tahun yang lalu.
Buatku, menyaksikan konten semacam ini menjadi teman
perjalanan yang menyenangkan. Sementara mobil yang kutumpangi melaju di jalan
tol yang tak bebas hambatan, mataku terhibur dengan foto teman-temanku yang
diambil 10 tahun silam.
Ikutan upload ahh. Hehehe
Percayalah, aku juga ga ngerti apa faedahnya foto pake buku kimia setelah belajar kelompok.
Percayalah, aku juga ga ngerti apa faedahnya foto pake buku kimia setelah belajar kelompok.
Rasanya semacam nostalgia.
Melihat rekan kerjaku dengan seragam SMA tentu hal yang tak akan terjadi
seandainya tak ada challenge semacam
ini. Menyaksikan bagaimana Youtuber favoritku berwajah lugu serta mengenakan
kaos dan jeans yang kusam menjadi hal yang langka.
Belum lagi mengingat kembali berbagai tren yang pernah
populer pada masanya. Poni lempar yang menjadi pilihan gaya rambut banyak
perempuan 10 tahun silam tak lagi dianggap menarik sekarang. Wajah teman-teman
perempuanku yang tadinya polos tanpa riasan make up digantikan dengan bentuk
alis yang lebih sempurna, bibir yang dipulas dengan lipstick, dan pipi bersemburat merah cerah berkat sapuan blush on. Bahkan hal sederhana macam gaya
berfoto pun berubah dari waktu ke waktu (walaupun gaya fotoku ga pernah berubah
sih. Hehehehe).
Satu purnama yang lalu
Malamnya, sebelum
terlelap, aku jadi sedikit merenung tentang hidup
yang terus berjalan dan bagaimana setiap orang berubah. Entah disadari maupun
tidak. Entah disengaja maupun tidak. Entah ke arah yang lebih baik maupun jalan
di tempat.
Berkaca pada diriku sendiri, sulit rasanya mengukur seberapa jauh
diriku yang sekarang melangkah dari bayanganku pada 10 tahun yang lalu.
Masih dalam edisi satu
purnama yang lalu
Poni tetap menghiasi wajahku yang sekarang maupun 10 tahun
silam. Kemampuanku berdandan tetap sebatas mengulaskan BB cream, menaburkan
bedak, dan menambahkan lipstick.
Hobiku tetap membaca buku dan menulis blog. Mengajar anak kecil masih menjadi
kegiatan yang rela kulakukan tanpa dibayar sama sekali. Menyaksikan pertandingan
bola dan memperdebatkan siapa pemenangnya dengan adik laki-lakiku masih
kulakukan hingga sekarang. Menangkis kok dan berkeringat di lapangan
bulutangkis masih menjadi olahraga andalanku. Menertawakan candaan yang receh
(maklum, standar lucuku belum juga meningkat. Hehehehe) tetap mengisi
hari-hariku. Dan yang paling terlihat, gaya berfoto dengan mengangkat dua jari
membentu tanda peace masih menjadi
pose favoritku sepanjang segala abad.
Cuman tak mungkin rasanya jika sepuluh tahun tidak membawa
perubahan sama sekali bukan? J
Ada
perubahan status yang drastis dari mahasiswa yang bisa pergi ke Plaza
Semanggi kapan saja menjadi pekerja kantoran yang menetap di depan layar
laptop minimal delapan jam sehari. Bertemu dengan teman dekat yang tadinya semudah melangkah
ke kampus kini diwarnai dengan drama janjian berbulan-bulan sebelumnya
yang seringkali berakhir dengan status batal karena prioritas lain yang
menuntut.
Belum lagi orang yang dulu punya tempat spesial dalam hidup
(bahkan menentukan kemana kaki melangkah) berubah menjadi orang asing yang
sekadar mengucapkan salam basa-basi ketika berpapasan. #aseeek #mulaicurhat
#abaikan
I wish I still have more free time to
teach you, kids. LLL
Sepuluh
tahun bukan waktu yang singkat. Ada banyak cerita yang bisa ditulis di setiap
lembarnya. Ada suka duka yang membentuk sikap dan preferensi setiap orang. Ada
keputusan atas setiap pilihan yang toh akhirnya mengukir jalan hidup yang
dijalani.
Kurasa, challenge #10yearsago ini tak cuman sekadar tren
sesaat yang muncul lalu silih berganti.
Namun,
cukup membuatku berpikir, merenung, dan tergerak untuk “menghidupi” hidup.
Cukup membuatku berhenti sejenak, menoleh ke belakang, dan mulai
memprioritaskan hal-hal penting yang seringkali terabaikan atas nama tuntutan rutinitas.
Cukup memaksaku berimajinasi tentang gambaran diri dan pencapaikan apa saja
yang ingin kuukir 10 tahun ke depan. Cukup menodongku untuk mulai
mengekspresikan perasaan sayang kepada orang yang selalu berdiri di sampingku
seberapa kacaupun situasi yang terjadi (ahh,
jadi kebayang si papa yang selalu nganterin aku setiap pagi. Mana kadang aku
suka ketiduran di jalan sementara dia capek-capek nyetirin aku #brbmewek).
Di tengah rutinitas yang
berebut menuntut perhatianku, #10yearschallenge ini seolah menjadi momen sakral
yang mengingatkanku tentang pentingnya “hidup yang benar-benar dihidupi”. J
With love,
Bells
Ternyata.. Gaya foto lu dari dulu emang begitu ✌️😂
BalasHapusBagus.. 👍
BalasHapusNice sharing bel 👍 keep it up ya ! 💪
BalasHapus