Selasa, 09 Juli 2019

Sabtu Pagi

Note :
Sebelum membaca blog ini, coba deh sempetin dengerin lagu Walk with Me yang dinyanyiin sama Bella Thorne. Biar lebih menghayati gitu baca blog-nya.  Hehehe  #aseek #banyakmau


But I have walked alone with the stars in the moonlit night
I have walked alone, no one by my side
Now I walk with you with my head held high
In the darkest sky, I feel so alive

~~Walk with Me by Bella Thorne~~

06.00 am
Mataku spontan mengerjap tatkala lagu “Walk with Me” mengalun pelan melalui ponselku yang tergeletak asal-asalan di pinggir tempat tidur. Untuk beberapa saat, suara Bella Thorne berpadu dengan suara jarum jam yang memenuhi seisi kamar.

Sambil menggerutu pelan, kumatikan alarm yang teledor kusetel semalam. Seharusnya tak ada bunyi alarm di Sabtu pagi.

Sabtu datang terlalu cepat. Terlalu dini untuk kunikmati sekali lagi.

Tenggelam dalam pekerjaan yang menyita perhatian membuat kemampuanku menghitung waktu lenyap. Memperhatikan pergeseran harga komoditas yang dijual perusahaanku rupaya mampu membuat dunia bergerak lebih cepat dari dugaanku.


07.00 am
Sekali lagi lagu “Walk with Me” menyadarkanku dari tidur yang terlalu lelap.

Hhhh, kenapa alarmku harus terus menganggu tidur nyenyakku.

Dilema mulai memenuhi benakku. Di satu sisi, wishlist-ku untuk bangun lebih pagi di hari Sabtu ingin kutuntaskan. Di sisi lain, tawaran untuk memejamkan mata sejenak lebih menggoda iman.

Ahh, rasa-rasanya aku layak mendapatkan lelap yang sedikit lebih panjang. Bukankah semua lelahku menatap layar laptop dari Senin hingga Jumat patut diganjar dengan sesuatu yang menyenangkan? 

08.00 am
Sambil menguap pelan, kesadaranku mulai berkumpul, mengusir kantuk yang masih saja menggelayuti kelopak mataku.

Getaran halus dari smartphone-ku memaksaku untuk bergerak meraihnya.

Tanpa membukanya terlebih dahulu, sebenarnya aku sudah bisa menebak apa isinya. Apalagi kalau bukan puluhan chat yang memintaku untuk mengecek email, memastikan kesesuaian antara harga yang tertera di sistem dengan harga yang tercetak di lapangan, sekaligus melakukan revisi harga agar proses penjualanan dapat segera dieksekusi.

Sambil menahan kantuk, kuraih laptop yang telah menungguku.

Aku menghela nafas pelan. Memastikan bahwa aku telah sadar seutuhnya. Berhubungan dengan banyak angka di Sabtu pagi memerlukan konsentrasi penuh. Tak ingin menambah hiruk pikuk di akhir pekan, aku ingin memastikan bahwa semua angka yang kuhitung adalah benar adanya.


But I have walked alone with the stars in the moonlit night
I have walked alone, no one by my side 
10.00 am
Mematikan laptop bisa jadi pertanda dimulainya weekend untukku.

Semua pesan singkat melalui aplikasi chatting berlambang hijau telah selesai kubalas. Kupastikan tak ada satupun pertanyaan menggantung.

Karena aku tahu betul rasanya punya pertanyaan yang tak terjawab.

Karena aku tahu betul rasanya berjalan sendirian menuntaskan persoalan demi persoalan yang katanya akrab dengan dunia orang dewasa.

Karena aku tahu betul rasanya bertahan tanpa punya seseorang yang layak dijadikan sebagai tempat bersandar kala beban pekerjaan menggelayuti pundakku.

Karena aku tahu betul rasanya bertanya-tanya mengapa seseorang datang dan pergi tanpa penjelasan.
Karena aku tahu betul rasanya tersindir setiap alarmku berdering dan mengucapkan kalimat “But I have walked alone with the stars in the moonlit night. I have walked alone. No one by my sight”.

Ahh, sial, sepertinya PMS mengacaukan mood-ku secara berkala.

Hhh, kenapa aku jadi overthinking seperti ini.

Bukankan aku sudah terlalu terbiasa menyelesaikan semuanya sendiri? Bukankah aku selalu merasa insecure ketika harus bergantung dengan orang lain?



06.00 am di pagi yang lain
Sial, kenapa aku selalu lupa mematikan alarm di Sabtu pagi?!

Aku menarik nafas pelan. Dapat kurasakan sebagian ototku yang tegang semalam telah mengendur dengan sendirinya.

Aku benci mengakui ini. Namun, di saat menghadapi pekerjaan yang terus memburuku sekaligus menuntutku untuk tak sedikit pun berbuat kesalahan, aku merasa lelah-selelahnya. 

Saking lelahnya, aku bahkan tertidur dengan posisi menelungkup, menghadap layar laptop yang gelap karena kehabisan baterai. Lembaran kertas kerja berserakan membentuk pola tak beraturan di atas tempat tidurku.

Sebaiknya aku mulai darimana ya?

07.00 am (masih) di pagi yang lain
Getaran halus dari smartphone membangkitkan kesadaranku.

Entah perasaanku saja atau memang kenyataan, rasanya kok semakin pagi saja kolegaku menghubungiku untuk menunaikan tugas rutin di Sabtu pagi.

Kembali kunyalakan laptop yang baru beristirahat beberapa jam lalu. Sebentar saja, jemariku sibuk menarik di atas keyboard.

Aku terlalu fokus memperhatikan deretan angka demi angka yang muncul di layar laptop sampai sebaris pesan singkat di layar smartphone menarik perhatianku.

Are u ok? Klo gw bikin bete sori y, tp klo something happened, crita2 y. Jgn sedih sendiri.

Sebuah senyum simpul terukir di bibirku. Senyum yang sama, yang selalu hadir di wajahku setiap kali mendapatkan pesan singkat darinya, yang selalu muncul tatkala aku memandang jauh ke dalam matanya, yang selalu terukir setiap kali kusadari bahwa ia nyata di hidupku.

Cukup sebaris kalimat sederhana darinya mampu memberi makna lebih pada Sabtu pagiku.

Now I walk with you with my head held high
In the darkest sky, I feel so alive

08.00 am (masih) di pagi yang lain
Usai menyelesaikan pekerjaanku, aku kembali menekuri sebaris pesan singkat itu.

Rupanya kemarin aku terlelap di depan laptop sebelum sempat mengetikkan pesan balasan untuknya. Pantas saja ia bertanya “are u ok?”.

Ahh, ini memang terdengar menjijikkan. Percayalah, kadang aku pun merasa geli dengan tingkah lakuku akhir-akhir ini. Namun, sulit rasanya untuk tidak merasa senang setiap kali membaca sebaris pesan singkat darinya.

Aku bahkan terlalu senang membaca kalimat “jangan sedih sendiri” darinya. Rasanya sudah cukup lama semenjak seseorang memintaku untuk membagi ceritaku dengannya. Rasanya sudah cukup lama semenjak seseorang memintaku untuk tidak bersedih sendiri.




Sekali lagi kupandangi pesan singkat dari sosok yang baru kukenal dalam waktu singkat.

Pesan singkat yang mampu membuatku tak merasa sendiri lagi.

Pesan singkat yang membuat lirik “Now I walk with you with my head held high. In the darkest sky, I feel so alive” dari dering alarmku mempunya makna lebih. 



Note :
Habis baca blog ini, pasti ada aja yang nanya “ini pengalaman pribadi ya?”. Hehehe. Ga kok. Ini bukan pengalaman pribadi. Ini cuman fiksi semata.


Anyway, thank you for reading this blog. Jangan lupa komen di bawah ya (percayalah, rasanya garing banget nulis lagi setelah 3 bulan absen :( Huhu)





Another note : Thank you for being here. Life wouldn’t be this fun without you and your so-called-receh-jokes.  :)



With love,
Bells



2 komentar: