Senin, 23 Juli 2018

5 Tingkah Atasan yang Bikin Kamu Ingin Mendekatkan Diri dengan Yang Maha Esa

Setelah menganggur sekian lama…

Bekerja di perusahaan mapan dengan gaji yang mendukung untuk menikmati secangkir starbucks setiap hari bisa jadi permintaan yang didoakan secara khusuk oleh para penyandang gelar sarjana. Maklumlah, IG stories teman sepergaulan yang menampilkan desain kantor yang instagramable menjadi kiblat kesuksesan. Belum lagi foto demi foto di kafe gaul terkini yang cuman akan jadi angan jika gaji sekadar numpang lewat di ATM.

Eits, saking fokusnya dengan hal tadi, kamu jadi lupa mendoakan hal lain yang tak kalah penting untuk menjamin kebahagiaanmu di masa depan. Apalagi kalo bukan atasan yang suportif nan pengertian.

Sadar atau engga, gaji hanya menemuimu sebulan sekali. Rekan kerja yang seru cuman nongol pas jam istirahat. Tapi kamu menghirup udara yang sama dengan atasanmu minimal 8 jam per hari (alias 1/3 hari). UPS! Jadi kebayang dong seberapa banyak bagian hidupmu yang akan kamu lalui bersamanya. :”)

Jadi tipe atasan seperti apa sih yang bakal bikin hidupmu jungkir balik? Ini dia 5 tingkah atasan yang Bikin Kamu Ingin Mendekatkan Diri dengan Yang Maha Esa.


Segini doang?
Sayang ekspresi ini cuman bisa ditunjukkan di dalam hati

Waktu belum juga menunjukkan pukul 9 pagi, tapi matamu sudah mengerjap-ngerjap karena menahan kantuk. Apalagi kalau bukan karena begadang semalam suntuk demi mengerjakan tugas yang baru diberikan lima menit sebelum jam kantor usai.

Capek? Iya. Kesal? Apalagi. Namun semua kerja kerasmu seperti tak ada artinya ketika atasanmu dengan santainya bertanya “segini doang”? *brb nangis darah*.

Padahal, pekerjaan “segini doang” itu bisa selesai tepat waktu karena kamu mengerjakannya secepat pelari maraton. Ingin rasanya mulutmu berkicau, tapi kemudian kamu teringat rengekan saldo di ATM. Ya ampun Tuhan, dosa apa yang kamu perbuat sehingga pantas menerima kalimat macam itu? Diam-diam, kamu mulai rajin berdoa supaya tak perlu menghadapi cobaan macam ini setiap hari.


Respon unik bin ajaib
Jauhkanlah hambamu ini dari cobaan

Punya atasan yang “kreatif” dalam berkomunikasi memang sukses membuat duniamu jungkir balik. Baru saja kamu merespon ucapan si atasan yang mahatahu ini, eh, kamu sudah diserang dengan respon tak terduga *bayangkan adegan dimana dragonball diserang oleh musuhnya lalu jatuh terkapar di tanah*

Kira-kira begini format percakapan kalian sehari-hari.
Atasan          : Tolong kerjakan tugas A ya. 
Bawahan        : Iya, Pak.
Atasan        : Jangan iya-in saya, … (masukkan namamu di sini)
Bawahan      : *melongo bingung* *berusaha mencari respon yang tepat*

Dari sudut pandang si bos, mungkin maksudnya ialah mewanti-wanti supaya kamu mengerjakan tugas itu dengan sepenuh hati plus segenap jiwa dan bukan sekadar mengiyakan. Tapi dari sudut pandangmu, YA GUE HARUS RESPON APALAGI KALAU BUKAN DENGAN KATA IYA?!?! Masa kamu cuman diam dengan pandangan lurus yang tak lepas dari layar laptop.

Aneh kan kalau percakapan yang terjadi seperti ini :
Atasan        : Tolong kerjakan tugas A ya. 
Bawahan       : *diam* *malas bilang iya*
Atasan           : *diam* *menunggu bawahan merespon*
Bawahan       : *kekeuh untuk tetap diam daripada disahutin “jangan iya-in saya doang”.

Semakin sering hal ini terjadi, semakin meningkat pula intensitasmu untuk berdoa supaya diberi kemampuan lebih untuk menghadapi respon si bos yang unik bin ajaib.


Bahasa kalbu yang belum sempat kamu pelajari
Ketika kamu bingung dengan si atasan yang tak kunjung merespon

Sebagai lulusan sarjana dari salah satu universitas di bumi, kamu tak pernah mengikuti mata kuliah bahasa kalbu. Layaknya manusia pada umumnya, bahasa Indonesia menjadi modal percakapanmu sehari-hari.

Tak heran, kamu menjadi bingung ketika atasanmu cuman diam saat kamu berbicara dengannya. Kira-kira begini percakapan yang terjadi.

Bawahan       : Pak, saya sudah kirim email yang Bapak minta ya.
Atasan           : *diam* *tak bergeming*
Bawahan       : Saya barusan kirim ya, Pak *masih mencoba berbahasa manusia*
Atasan           : *khusuk memandang laptop*
Bawahan       : *mulai berniat untuk berjoget-joget di depan mukanya*

Ingin rasanya kamu melambai-lambaikan tangan di depan mukanya sambil berteriak “Pak, ini aku ngomong loh!”. Sayangnya, hal itu cuman angan-angan semata. Yang bisa kamu lakukan cuman berdoa sambil bertekad untuk lebih banyak berbuat baik supaya tak perlu menghabiskan hidup lebih lama dengannya.  


Aturan nomor satu, bos tak pernah salah.
Ketika si bos mulai menceramahimu dengan panjang kali lebar

Memeriksa pekerjaan sebelum diberikan kepada atasan adalah undang-undang yang wajib ditaati.  Masalahnya, si bos yang mahabenar selalu bisa mencari-cari menemukan hal-hal yang kurang sempurna di matanya.

Mulai deh, nasihat seperti “makanya cek dulu sebelum email-nya dikirim” atau “seharusnya kamu sudah mengerti ini dong” mulai meluncur dari bibirnya. Padahal kamu sudah meminta maaf atas pekerjaanmu yang tak memenuhi “standar” si bos.

Salah itu wajaaaar keles

Namanya juga manusia, pasti ada kalanya jatuh dalam kesalahan dong. Ketika atasanmu melakukan kesalahan yang sama denganmu, mulai deh ia bersikap seperti tidak terjadi apa-apa. Boro-boro mengakui kesalahannya, si atasan perlahan-lahan mengalihan topik dengan cara memberimu setumpuk pekerjaan supaya kamu segera amnesia terhadap kesalahan yang dibuatnya.

Jujur saja, kalimat “makanya cek dulu sebelum email-nya dikirim” sudah berada di ujung lidahmu kan. Ingin rasanya kamu menasihati atasanmu persis seperti cara ia menyalahkanmu memberimu wejangan.

Untungnya, kamu segera mengingat kastamu di perusahaan sebelum kalimat-kalimat tak sedap meluncur dari bibirmu. Ya apalagi yang bisa kamu lakukan selain mendoakan supaya gengsi atasanmu dikurangi atau kesabaranmu ditambahkan. *sujud sembah*


Tak ada kosakata “tolong dan terimakasih” dalam kamus si bos
Rupanya kata tolong itu mahal harganya

Namanya saja menjadi bawahan, kamu pasti sadar betul bahwa perintah si bos adalah makanan sehari-hari. Disuruh menyiapkan data A-Z, mencatat hasil rapat, dan menyelesaikan berbagai perintilan lainnya merupakan hal yang biasa.

Masalahnya nih, cara ngomong si bos yang sengak nan sok tahu selalu bikin kamu mengidap darah tinggi mendadak. Boro-boro menggunakan kata tolong di awal kalimat, cara si bos memberi perintah selalu membuatmu merasa menjadi manusia dengan kasta paling rendah di bumi *lebay*. Ga heran kamu mulai berpikir, perasaan gue minta tolong kepada si bibik di rumah aja lebih sopan dibandingkan cara si bos ngomong. 


Yaps, ini hanya imajinasi semata

Ga cuman itu, kata terima kasih seolah menjadi kosakata langka yang tak ada dalam kamus si bos. Mau tugas itu sudah kamu kerjakan sampai mendaki gunung melewati lembah weekend berlalu begitu saja, wajah atasanmu tetap datar. Tak ada sedikitpun mimik ataupun gestur tubuhnya yang menunjukkan gejala bahwa ia menghargai pekerjaan tersebut.

Dalam hati, kamu pun bertanya-tanya, kesalahan apa yang kamu lakukan dalam hidupmu sampai harus bertemu dengan atasanmu. Diam-diam, kamu bertekad untuk lebih rajin berdoa dan beramal kepada mereka yang membutuhkan supaya hidupmu segera dijauhkan dengan atasan macam itu.



Jadi, ada ga sih tingkah unik atasanmu yang bikin hidupmu terasa lebih “berwarna” dan “meriah”? Komen dong di kolom bawah. Siapa tau bisa jadi penyemangat teman-teman sekasta bahwa ia tak sendirian menghadapi hal unik bin ajaib. :P







With love,
Bells

Selasa, 17 Juli 2018

Mencintaimu Sekali Lagi


My favourite quote since college

Kesel ga sih kalo punya gebetan yang bilangnya kangen, tapi nyamperin ke rumah aja cuman hitungan jari? Bilangnya seneng ngobrol bareng kamu, tapi ga ada inisiatif buat nge-chat duluan? Atau bilangnya sayang, tapi ga ada usaha untuk menunjukkan perasaan itu sendiri?

Duh, siapa yang ga kesel coba kalo punya gebetan kayak gitu. L

Ga cuman untuk gebetan, pertanyaan di atas juga menohokku untuk mempertanyakan relasiku dengan … … … *drumroll* kegiatan yang selalu kudaulat sebagai hobiku, tapi jarang kusentuh akhir-akhir ini. Yaps, apalagi kalau bukan menulis. J


Kalau kuanalogikan menulis sebagai gebetan, mungkin begini kira-kira bunyi pertanyaannya :
Kesel ga sih kalo bilangnya kangen nulis, tapi jumlah tulisannya tak sampai hitungan jari dalam setahun? Bilangnya jatuh cinta dengan menulis, tapi ga ada inisiatif untuk meluangkan waktu? Atau bilangnya sayang, tapi ga ada usaha untuk menunjukkan dan mengembangkan kemampuan menulis itu sendiri? 

Nah, (kembali lagi) kalau dianalogikan sebagai gebetan, mungkin begini curahan hati “si menulis”.

Elo ya, seenaknya ngeklaim gue sebagai gebetan hobi lo, tapi ga mau ngasih usaha lebih ke hubungan ini. Boro-boro usaha, ngeluangin waktu aja bagai mencari jarum dalam jerami alias susah banget.

Jejak terakhir di blog atas nama www.mylifeasahappycreature.blogspot.com

Kegelisahan di atas muncul usai keisenganku menyambangi blog ini. Desember 2016 menjadi saksi terakhir munculnya tulisanku yang berjudul “5 Hal Horor yang Ga Mungkin Terjadi Ketika Adikmu Berjenis Kelamin Laki-Laki”.

Kemana perginya 1 tahun 7 bulan ini tanpa sedikit jejakpun di blog ini? Entahlah! Jawaban klise seperti “ga punya waktu untuk ngetik di laptop” atau “ga ada ide yang butuh untuk dituangkan” terdengar salah dan mengada-ada.

Sebagai penganut prinsip “Nobody is too busy. It’s just a matter of priorities”, alasan tidak punya waktu menjadi omong kosong semata. Soal tak punya ide menjadi tidak realistis mengingat ide dapat muncul dimana saja dan kapan saja. Lagipula 1 tahun 7 bulan adalah periode yang terlalu lama untuk absen dari hal yang disukai. :”)


So here I am. Mencoba menyusun kata dan merangkainya menjadi paragraf. Menyulam paragraf yang patah menjadi seulas cerita pengisi hari.

1 tahun 7 bulan telah berlalu tanpa kontak yang berarti dengan kegiatan menulis. Membuat hubunganku dengan menulis menjadi kaku dan butuh lebih banyak usaha untuk memulainya kembali. Tapi toh seperti cinta sejati lainnya #asek, aku kembali berkutat di depan layar laptop.

Mencoba memahami sekali lagi makna yang hadir dalam hidupku dengan menyusun tulisan ini. Mencoba merasakan apakah ini cuman perasaan rindu sesaat atau memang inilah perasaan lega yang ingin kutuju selama ini.

Kalau menulis dianalogikan sebagai gebetan, mungkin aku akan meminta ijin padanya untuk mencintainya sekali lagi. J Memperbaiki hubungan yang berdebu karena terlalu lama dilupakan dan diabaikan. Kembali pada perasaan yang kurindukan ketika ide mulai berloncatan di benakku dan jemariku berlomba dengan waktu untuk menuangkannya.

Jadi, mulai hari ini, aku ingin mengijinkan diriku sendiri untuk jatuh cinta sekali lagi pada menulis. Ya, aku cuman ingin mencintainya sekali lagi. J




With love,

Bells




ote : Hei, guys! Long time no see! Please enjoy my writing above. Hopefully, one new post will appear at this blog weekly. #amen *insert swear emoji here* ;)