Selasa, 09 September 2014

Ketika Florence Mengguncang ISIS


Apa sih yang terpikirkan di benak kita tatkala mendengar kata media sosial? Sebagian besar dari kita mungkin mulai mebayangkan ikon dari twitter, facebook, path, instagram, dan masih banyak lagi. Namun, jika ditanya mengenai kasus terkini yang berkaitan dengan media sosial, ingatan kita pun melayang pada sosok Florence Sihombing. Namanya yang tak pernah terdengar sebelumnya, kini diperbincangkan oleh khalayak luas. Sosoknya yang tak pernah menarik perhatian, kini ramai disorot media massa. Identitasnya yang tak pernah mencuat, kini diserbu oleh keingintahuan masyarakat mengenai dirinya.

Florence Sihombing tentu tak pernah bermimpi (bahkan membayangkan pun tidak) bahwa sosoknya akan menjadi trending topic di media sosial berlambang burung berkicau. Tepatnya pada Kamis, 28 Agustus 2014, hashtag #usirflorencedarijogja menempati urutan teratas trending topic dunia. Peristiwa ini tentu menjadi saksi bisu bahwa kasus mahasiswa S2 fakultas hukum UGM ini tak hanya menjadi magnet bagi masyarakat Yogyakarta, melainkan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Kisah di balik kasus Florence

Kasus ini bermula saat mahasiswi UGM tersebut tengah mengantri BBM di salah satu SPBU di Yogyakarta. Melihat panjangnya antrean motor,Florence mengarahkan motornya ke antrean mobil untuk membeli Pertamax. Sayangnya, Florence tak dilayani oleh petugas SPBU. Tak hanya itu, ia juga mendapatkan teguran dari aparat keamanan yang sedang berjaga di SPBU. Untuk meluapkan kekesalan yang menumpuk, Florence pun melontarkan sejumlah makian terhadap kota Yogyakarta melalui akun pathnya.

Efek bola salju ternyata berlaku pula untuk makian yang dilontarkannya. Entah bagaimana, makian tersebut menyebar dari satu akun ke akun lainnya. Padahal, media sosial path memiliki tingkat privasi yang lebih baik dibandingkan media sosial lainnya. Akibat efek bola salju tersebut, Florence pun harus menjalani proses hukum dan menghadapi sidang komite etik fakultas hukum UGM. Tragisnya, ia juga sempat ditahan dan diancam hukuman 6 tahun penjara.

Apa pendapatmu?

Peristiwa ini tentu saja memancing beragam reaksi dari berbagai lapisan masyarakat. Ada yang mendukung hukuman penjara bagi Florence. Namun ada juga yang mengutuk keputusan tersebut. Kubu yang mendukung hukuman penjara bagi Florence umumnya menyatakan bahwa ucapan Florence di media sosial adalah hinaan pahit bagi kota yang dikenal sebagai tempat berkumpulnya pelajar dari seluruh Indonesia. Lebih jauh lagi, ucapan Florence dianggap mampu memecah rasa persaudaraan dan menimbulkan kecemasan di kalangan masyarakat Yogyakarta.

Semua orang tentu berhak menyatakan opininya mengenai sebuah kasus. Lebih jauh lagi, semua orang juga berhak (dan bertanggungjawab) untuk menggunakan akal sehatnya dalam menilai suatu permasalahan sosial.

Tentu tak ada yang bisa mengelak bahwa Florence terbukti secara sah melontarkan ucapan bernada hinaan kepada Kota Yogyakarta. Namun, hinaan yang dilontarkan oleh masyarakat terhadap sebuah kota tentu bukanlah hal baru. Coba saja tengok timeline twitter di hari Senin. Pasti kita akan menemui tweet yang mengeluhkan segudang permasalahan di Jakarta. Mulai dari kemacetan di jalan raya, rendahnya mutu pelayanan transportasi hingga betapa tidak layaknya kota ini disebut sebagai Ibu Kota Indonesia (apakah hal ini bukan merupakan hinaan sekaligus tamparan untuk Kota Jakarta?)
Selanjutnya, Florence dianggap memecah rasa persaudaraan dan menimbulkan kecemasan di kalangan masyarakat Yogyakarta. Di sinilah mungkin letak “kehebatan” seorang Florence Sihombing. Kasusnya yang tak dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal mampu mengusir permasalahan lain (yang lebih penting) dari tangga popularitas. Rasanya, ISIS pun patut melakukan “protes” kepada masyarakat luas karena masyarakat tampaknya lebih mengkhawatirkan ucapan Florence (yang sebenarnya tidak memprovokasi siapa pun untuk menentang kedaulatan NKRI) dibandingkan ISIS yang jelas-jelas merangkul masyarakat untuk membuat Negara Islam sendiri.

Aneh rasanya jika sejumlah orang rela berdiri di jalan untuk mendukung penangkapan Florence Sihombing, sementara hanya segelintir orang yang menaruh perhatian pada bahayanya pergerakan ISIS di bumi pertiwi. Aneh rasanya jika polisi lebih rela mengeluarkan keringatnya untuk menangkap Florence (yang tidak menunjukkan tanda perlawanan sama sekali) dibandingkan mengejar keberadaan ISIS yang menggeliat lincah tanpa disadari. Aneh rasanya jika kita (sebagai mahasiswa) mengetahui setiap detail kasus Florence Sihombing, tetapi tidak menaruh minat terhadap pergerakan ISIS yang diam-diam merajalela.

Tentu tidak seorang pun mengatakan bahwa perbuatan yang dilakukan mahasiswi UGM tersebut adalah tindakan yang tepat dan bijaksana. Namun, semua tentu menyadari bahwa masih ada begitu banyak permasalahan sosial lain (yang tentunya lebih penting karena menyangkut denyut nadi kehidupan masyarakat) yang harus diselesaikan. Sayang rasanya jika kita, pemerintah, dan masyarakat hanya membuang-buang energi untuk sebuah kasus “sepele” namun membiarkan kasus kelas kakap menggantung tanpa ada penyelesaian.

Gambar diambil dari


With love, 
Bella Bernadette
2013 022 017










Tidak ada komentar:

Posting Komentar