Jumat, 28 November 2014

For A Better Women’s Future


I am so saddened and grossed out by young women who look like creepy, old aliens because of their new Barbie noses and lips. Is that a smile or a grimace?

Why this campaign?
            
           Sering kita jumpai iklan – iklan yang menunjukkan perempuan cantik itu berciri – ciri bertubuh langsing semampai, berkulit putih, dan berambut panjang. Hal – hal seperti ini membuat banyak perempuan merasa tidak percaya diri terhadap bentuk tubuhnya sendiri. Perempuan berlomba – lomba untuk mendapatkan tubuh sempurna seperti yang dimiliki para model. Dengan kata lain, perempuan tidak menghargai tubuhnya sendiri. Padahal dengan stereotipe yang menganggap perempuan yang cantik adalah langsing ataupun putih, tidak membuat segalanya menjadi lebih baik.

Banyak perempuan yang rela mengubah tubuhnya sendiri melalui operasi demi kesempurnaan, ataupun mengalami anoreksia (gangguan makan yang ditandai dengan penolakan untuk mempertahankan berat badan yang sehat dan rasa takut yang berlebihan terhadap peningkatan berat badan akibat pencitraan diri yang menyimpang) yang menyebabkan kesehatan terganggu. Bukan hanya hal – hal diatas yang membuat campaign ini dibuat, tetapi kurangnya kesadaran perempuan mengenai anggapan bahwa perempuan hanya pemuas nafsu belaka, membuat kami sadar bahwa perempuan harus lebih mencintai dan menghargai dirinya sendiri.



Gambar – gambar yang terkandung didalam games online sering kali juga mengandung pornografi. Bagian penting dari perempuan yang seharusnya tak terekspos, menjadi tontonan bagi pemain games yang didominasi oleh pria. Hal – hal inilah yang membuat campaign ini dilakukan, agar perempuan dimanapun mereka berada, sadar kalau harga diri mereka harus dijaga dan cantik itu tidak harus selalu seksi, langsing, putih, berambut panjang, atau bertubuh tinggi. Perempuan harus mampu mencintai diri mereka apa adanya.

The Ugly Truth


4 dari 5 anak berusia 10 tahun mengatakan bahwa mereka takut menjadi gemuk

42% dari perempuan yang duduk di kelas 1-3 SD berharap mereka memiliki tubuh yang lebih kurus dari apa yang dimilikinya sekarang

50% dari perempuan berusia 9-10 tahun mengakui mereka merasa lebih baik ketika mereka melakukan diet

47% perempuan berusia 5-12 tahun ingin mengurangi berat badan mereka setelah melihat gambar-gambar di majalah.

69% perempuan berusia 5-12 tahun mengakui bahwa gambar-gambar di majalah mempengaruhi mereka tentang gambaran tubuh ideal.

91% perempuan yang sedang menempuh pendidikan S1 menjalankan diet untuk mengontrol berat mereka

1.000 wanita di AS meninggal setiap tahunnya karena anoreksia

Wanita berusia 15-24 tahun memiliki angka kemaktian anoreksia yang 12 kali lebih tinggi dibandingkan penyebab lain dari kematian

90% penderita bulimia adalah perempuan  
 
90% dari penderita gangguan makan adalah perempuan berusia 12-25 tahun



What’s Going On?

Mengerikan rasanya saat mengetahui fakta-fakta tersebut. Ternyata ada banyak perempuan yang masih belum menyadari betapa pentingnya mencintai tubuh sendiri dan menyiksa dirinya untuk mengubah bentuk tubuhnya menjadi sesuatu yang bukan dirinya.

Melalui kampanye ini, kami ingin membangun kesadaran sekaligus mengajak semua perempuan (terutama perempuan remaja berusia 15-24 tahun) untuk semakin mencintai dirinya sendiri. Setelah memiliki kesadaran untuk mencintai dirinya sendiri, perempuan dapat bergerak untuk berfokus pada potensinya dan mengabaikan stereotipe tentang perempuan cantik.

Mencintai diri sendiri dapat dilakukan dengan banyak cara. Cara yang paling sederhana adalah berhenti berusaha mengejar standar kecantikan yang ditampilkan media massa. Perempuan yang cantik bukanlah perempuan bertubuh langsing nan semampai atau berkulit putih. Perempuan yang cantik adalah perempuan yang mencintai dirinya sendiri dan melakukan hal-hal positif untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya.

What’s Next?
Tentunya mencintai diri sendiri tidak boleh hanya diwujudkan dalam bentuk wacana semata. Harus ada sebuah tindakan nyata yang mendorong lebih banyak lagi perempuan untuk mencintai dirinya sendiri.

Yuk, kita bergerak bersama untuk menggugah perempuan-perempuan di luar sana untuk semakin mencintai dirinya sendiri.



Here are some things to DO :
Post link blog plus video (link :  https://www.youtube.com/watch?v=LbMsepib8IU&feature=youtu.be) ini di semua media sosialmu (twitter, facebook, path, instagram). Pastikan bahwa lebih banyak perempuan membaca kampanye positif ini. :D

Upload foto tiga teman perempuanmu dan sertakan tiga hal positif (yang paling menonjol) mengenai dirinya di instagram. Jangan lupa tantang dia untuk mengikuti jejakmu. :D

Sebarkan quotes dan gambar positif mengenai perempuan dan citra dirinya agar semakin banyak perempuan yang terbuka matanya dan berhenti menyiksa dirinya sendiri. :)


Big things start from small things
Kalau kamu percaya bahwa hal-hal besar dimulai dari hal-hal kecil nan sederhana (yang sering kali luput dari pandangan), ayo lakukan hal-hal sederhana di atas untuk masa depan perempuan yang lebih baik.





With love for a better women’s future,

Novilia Kharisma    2013 022 016

Bella Bernadette    2013 022 017


Related Post :

http://jaringnews.com/kbr/asia-calling/49861/di-india-ada-kampanye-bangga-berkulit-gelap

http://www.kumpulancerita.net/dari-mencukur-bulu-ketiak-hingga-kampanye-kembali-natural.html

http://female.kompas.com/read/2012/02/02/21542587/Anda.Bisa.Mencegah.dan.Stop.Kekerasan

http://wolipop.detik.com/read/2012/03/01/143424/1855528/234/riset-44-wanita-tidak-bahagia-tanpa-make-up

Rabu, 12 November 2014

Ketika Tuhan Berbeda Makna

“Manusia tidak hidup sendirian di dunia ini tapi di jalan setapaknya masing – masing. Semua jalan setapak itu berbeda – beda namun menuju ke arah yang sama, mencari satu hal yang sama, dengan satu tujuan yang sama yaitu Tuhan.”
-Rika-
Munculnya sekumpulan tanda tanya di benak penikmat film mungkin adalah benang merah paling esensial yang berkaitan dengan judul film. Pertanyaan klise seperti “Masih pentingkah kita berbeda?” dan “Masih pentingkah kita mempermasalahkan perbedaan tersebut?” merupakan tanda tanya yang terus digali sepanjang film berdurasi 100 menit ini.

Alunan cerita dimulai dengan lagu merdu khas gereja berjudul Gita Sorga Bergema. Masjid, gereja, dan vihara ditampilkan secara bergantian sementara musik yang sama masih terus mengalun. Permulaan film yang menceritakan tiga kisah berbeda ini dimulai dengan peristiwa penusukan Pastur Albertus oleh orang yang tak dikenal di depan gereja. Seperti fakta yang kerap kali muncul ke permukaan, pemerintah (melalui wali kota Semarang) mengklarifikasi kejadian tersebut sebagai murni kriminalitas walaupun muncul spekulasi bahwa peristiwa tersebut terjadi atas nama perbedaan.


Selanjutnya, barulah Hanung Bramantyo dengan gamblang mengantarkan penonton ke alur cerita yang sesungguhnya. Ada Tan Kat Sun (Hengky Solaiman), pemilik restoran Chinese Food dan Hendra (Rio Dewanto), anak pemilik restoran yang mengutamakan egonya. Ada pula Menuk, pegawai restorann chinese food yang selalu berhijab dan menjalani hidupnya dengan benar. Ditampilkan pula kedekatan antara Rika (Endhita), yang baru saja bercerai dan berubah haluan menjadi kristiani, yang terlibat hubungan akrab dengan Surya (Agus Kuncoro), aktor figuran yang belum juga meniti tangga karirnya menjadi pemeran utama.

Penonton boleh jadi kagum dengan kecermatan Hanung Bramantyo dalam mengangkat fakta-fakta yang lebih baik dihindari oleh sebagian besar orang. Keterkejutan awam dimulai saat Hendra yang bertengkar mulut dengan sekelompok pria berpeci yang tengah berjalan menuju masjid. Stereotipe yang mengkaitkan terorisme dengan agama tertentu muncul dalam caci maki yang saling dilontarkan. Belum lagi kata “sipit” yang memekakkan telinga etnis Tinghoa, yang dihadirkan untuk menggambar realitas sosial yang sesungguhnya.

Perbedaan menjadi semakin nyata (jika belum layak disebut runcing) tatkala seorang ibu berhijab yang membatalkan niatnya untuk makan di restoran chinese food yang menjual makanan yang kerap disingkat menjadi B2. Walaupun pemilik restoran sudah memisahkan semua peralatan masak (dari panci hingga sendok garpu), tergambar jelas adanya ketidakpercayaan antara ibu berhijab dengan pemilik restoran yang bermata sipit.

Kabar burung yang seringkali menyebar di kalangan masyarakat ternyata juga menganggu pikiran Abi, bocah kecil yang merupakan buah hati Rika. Abi merasa segan karena banyak tetangganya yang mengatakan bahwa ibunya kini tak akan mengijinkannya lagi untuk menginjakkan kaki ke masjid. Secara sederhana, Rika (dibantu oleh Menuk) menjelaskan bahwa Abi tidak perlu khawatir karena Rika akan selalu siap untuk mengantar Abi ke masjid.

Tak hanya dianggap sebagai kafir karena berpindah agama, Rika juga harus menghadapi gosip miring yang kerap menerpa wanita yang baru saja bercerai. Berbagai spekulasi dari orang yang sebenarnya tak berkepentingan dalam hidup Rika memunculkan konflik yang semakin panas antara Rika dengan Abi. Hal ini jelas menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi di kalangan masyarakat yang masih menganggap perceraian sebagai hal yang tabu dan menghakimi orang yang bercerai (apalagi pindah agama) sebagai orang yang paling bersalah di dunia, seolah dirinya sendiri adalah malaikat yang tak punya dosa.

Selain masalah perbedaan agama, perbedaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan juga ditampilkan dengan lugas (namun tetap indah) melalui pasangan suami istri Menuk  dan Soleh. Stereotipe bahwa perempuan tidak berhak memiliki pekerjaan yang lebih mapan ditunjukkan saat Soleh meminta Menuk untuk menceraikannya.
Alasannya sederhana, Soleh merasa tak percaya diri tatkala Menuk memiliki penghasilan yang tetap sekaligus tampil sebagai istri yang soleha, ibu yang penuh cinta kasih, dan pekerja yang tekun. Sementara itu, Soleh tak kunjung memperoleh pekerjaan yang dapat menghasilan lembaran uang.

Walaupun perbedaan tersebut kerap memancing konflik, Hanung tetap berupaya memberikan gambaran ideal mengenai relasi yang seharusnya terbentuk antara pihak yang berbeda agama dan ras. Hal ini ditunjukkan dengan rutinitas istri Tan Kat Sun sembahyang menggunakan hio sementara Menuk bersujud di atas sajadah, tepat di samping tempat istri Tan Kat Sun menancapkan hio pada wadah abu.

Film menjadi semakin nyata karena Hanung menampilkan perayaan besar beberapa agama di Indonesia. Waktu yang terus bergulir menjadi indah dengan adanya berbagai perayaan tersebut.

Tentunya film ini masih meninggalkan sejumlah tanda tanya besar. Apakah mungkin seorang pemeluk kristiani yang masuk kategori kelas menengah “rela” menghabiskan sisa hidupnya bersama aktor figuran beragama Islam yang tak jelas masa depannya? Masih adakah Ustad sebijaksana Ustad Wahyu, yang tak melarang pemeluknya untuk menginjakkan kaki di tempat ibadah lain? Apakah mungkin seorang yang tak mempercayai Yesus sebagai juru selamatnya diperbolehkan memerankan karakter Yesus yang merupakan pusat perayaan keagamaan?

Biarlah tanda tanya tersebut tersimpan dalam masing-masing benak karena toh Hanung tak berusaha menggurui dengan memberikan solusi yang terbaik. Pertanyaan yang penting untuk direnungi sekarang mungkin adalah

Masih pentingkah kita berbeda?

Masih pentingkah kita mempermasalahkan perbedaan tersebut?



Cheers,
Bella (2013 022 017)




Selasa, 23 September 2014

Are you afraid of being incontestably?

No one has ever become poor by giving 
                                                          – Anne Frank

               
Nowadays, small and middle businesses (which famous as UKM) has become popular among people. Most of youngster don’t imagine themselves as someone who will go to the office from 8 am to 5 pm after they finish college. Youngster start to think how to create and expand their own business.

Unfortunately, this positive trend doesn’t followed by continous training or good seminar which help people to start their own business. And here is Puguh Priyo Sudibyo. He is an ordinary man with big passion of small and middle business (UKM). Fod god sake, he never thought that he will go this far in giving training and seminar for other people.

It started when the man who became a master of biology in Airlangga University led a talkshow about UKM in Probolinggo at 2006. He didn’t only asking a questions to the speakers, but he also tried hard to understand the dialogue. After the talkshow finished, he concluded that UKM has a big chance to be developed. Unfortunately, there was no feasible medium to learn and expand. He looked around and found that most of training was given only at the beginning of UKM establishment. There was no mechanism that could help the UKM so that they would survive and expand. The man who was born at December 10th 1965 was puzzled because the government only trying to make the new UKM without a sufficient training to explain how the UKM should be going on.

At that time, Puguh was working as a musical instrument seller in Probolinggo. He also had 13 branch of water filter service in East Java. At the same year (2006), he started to collect people who attend UKM talkshow because he believe that they had the same insterest with him. They gathered as a small business group name Le Ollena. Le Ollena means souvenir (oleh-oleh) in Madura language. Le Ollena then created many products that comes from fish. He chose fish as a staple of his product because Probolinggo is placed near to the north coast of East Java. Together with this group, Le Ollena has many products started from kerupuk ikan, abon, and ikan krispi. Then the products develop into manggo syrup and oyster chips. Finally, their revenue reach a fantastic number which is one hundred millions every month.

Unfortunately, Puguh was not 100% satisfied with his UKM achievement. Why? Because he could see that there are still many UKM who don’t know how to maintain a sustainable business. He started to give a seminar and training for other people. Not only that, Probolinggo City Government also invited him to give a training for many UKM. In his training, he doesn’t only tell people what to do at the early stages, but he also gives a clue how to maintain and develop the business. He doesn’t want to tell people what kinds on product to be imitated whereas he give people a knowledge to create and modified the product. He also attend many UKM training given by successful business owner in order to develop himself more. He always update his training material after he follow a good seminar. He has a big heart to share a knowledge with other people.

He saw that many UKM don’t pay enough attention for product packaging. Usually UKM only focus on product development such as the taste and the quality. Unfortunately, in this modern world, people pay so much attention to the packaging. The price of product has a big corellation with the packaging. Because of this problem, Puguh give a training about the product packaging so that the price of the product will be increase.


Besides the formal training, he accepted many people who want to start their own business. Even some people stay some nights in his house to learn the way he run his UKM. Those people not only come from Probolinggo, they also come from other cities. They come “only” to meet him and listen to Puguh’s words.  For those services, Puguh never take any payment. He do that things only to help other people.

Puguh has an interesting principle. He believe that if we facilitate other’s need, we will find an easier way to finish our problems. He is not afraid that his “student” will expand their business better than him. For him, everyone has their own path. He stated that many small success stories will give a significant impact to Indonesia’s economic growth.


As personal, I really impressed with Puguh’s believe and action. Not to say, many people are afraid to share their “secret” in creating a good business. They are worried that other people will do better than themselve. Puguh is an exception for that case. He share his knowledge to other people for free. He has a big heart to contribute something positive for this nation. He doesn’t wait other people to do something instead he pushes himself to create a better business environment for everyone else.



Big things start from small things.
And it all starts from us.


With love,
Bella Bernadette
2013 022 017




Selasa, 09 September 2014

Ketika Florence Mengguncang ISIS


Apa sih yang terpikirkan di benak kita tatkala mendengar kata media sosial? Sebagian besar dari kita mungkin mulai mebayangkan ikon dari twitter, facebook, path, instagram, dan masih banyak lagi. Namun, jika ditanya mengenai kasus terkini yang berkaitan dengan media sosial, ingatan kita pun melayang pada sosok Florence Sihombing. Namanya yang tak pernah terdengar sebelumnya, kini diperbincangkan oleh khalayak luas. Sosoknya yang tak pernah menarik perhatian, kini ramai disorot media massa. Identitasnya yang tak pernah mencuat, kini diserbu oleh keingintahuan masyarakat mengenai dirinya.

Florence Sihombing tentu tak pernah bermimpi (bahkan membayangkan pun tidak) bahwa sosoknya akan menjadi trending topic di media sosial berlambang burung berkicau. Tepatnya pada Kamis, 28 Agustus 2014, hashtag #usirflorencedarijogja menempati urutan teratas trending topic dunia. Peristiwa ini tentu menjadi saksi bisu bahwa kasus mahasiswa S2 fakultas hukum UGM ini tak hanya menjadi magnet bagi masyarakat Yogyakarta, melainkan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Kisah di balik kasus Florence

Kasus ini bermula saat mahasiswi UGM tersebut tengah mengantri BBM di salah satu SPBU di Yogyakarta. Melihat panjangnya antrean motor,Florence mengarahkan motornya ke antrean mobil untuk membeli Pertamax. Sayangnya, Florence tak dilayani oleh petugas SPBU. Tak hanya itu, ia juga mendapatkan teguran dari aparat keamanan yang sedang berjaga di SPBU. Untuk meluapkan kekesalan yang menumpuk, Florence pun melontarkan sejumlah makian terhadap kota Yogyakarta melalui akun pathnya.

Efek bola salju ternyata berlaku pula untuk makian yang dilontarkannya. Entah bagaimana, makian tersebut menyebar dari satu akun ke akun lainnya. Padahal, media sosial path memiliki tingkat privasi yang lebih baik dibandingkan media sosial lainnya. Akibat efek bola salju tersebut, Florence pun harus menjalani proses hukum dan menghadapi sidang komite etik fakultas hukum UGM. Tragisnya, ia juga sempat ditahan dan diancam hukuman 6 tahun penjara.

Apa pendapatmu?

Peristiwa ini tentu saja memancing beragam reaksi dari berbagai lapisan masyarakat. Ada yang mendukung hukuman penjara bagi Florence. Namun ada juga yang mengutuk keputusan tersebut. Kubu yang mendukung hukuman penjara bagi Florence umumnya menyatakan bahwa ucapan Florence di media sosial adalah hinaan pahit bagi kota yang dikenal sebagai tempat berkumpulnya pelajar dari seluruh Indonesia. Lebih jauh lagi, ucapan Florence dianggap mampu memecah rasa persaudaraan dan menimbulkan kecemasan di kalangan masyarakat Yogyakarta.

Semua orang tentu berhak menyatakan opininya mengenai sebuah kasus. Lebih jauh lagi, semua orang juga berhak (dan bertanggungjawab) untuk menggunakan akal sehatnya dalam menilai suatu permasalahan sosial.

Tentu tak ada yang bisa mengelak bahwa Florence terbukti secara sah melontarkan ucapan bernada hinaan kepada Kota Yogyakarta. Namun, hinaan yang dilontarkan oleh masyarakat terhadap sebuah kota tentu bukanlah hal baru. Coba saja tengok timeline twitter di hari Senin. Pasti kita akan menemui tweet yang mengeluhkan segudang permasalahan di Jakarta. Mulai dari kemacetan di jalan raya, rendahnya mutu pelayanan transportasi hingga betapa tidak layaknya kota ini disebut sebagai Ibu Kota Indonesia (apakah hal ini bukan merupakan hinaan sekaligus tamparan untuk Kota Jakarta?)
Selanjutnya, Florence dianggap memecah rasa persaudaraan dan menimbulkan kecemasan di kalangan masyarakat Yogyakarta. Di sinilah mungkin letak “kehebatan” seorang Florence Sihombing. Kasusnya yang tak dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal mampu mengusir permasalahan lain (yang lebih penting) dari tangga popularitas. Rasanya, ISIS pun patut melakukan “protes” kepada masyarakat luas karena masyarakat tampaknya lebih mengkhawatirkan ucapan Florence (yang sebenarnya tidak memprovokasi siapa pun untuk menentang kedaulatan NKRI) dibandingkan ISIS yang jelas-jelas merangkul masyarakat untuk membuat Negara Islam sendiri.

Aneh rasanya jika sejumlah orang rela berdiri di jalan untuk mendukung penangkapan Florence Sihombing, sementara hanya segelintir orang yang menaruh perhatian pada bahayanya pergerakan ISIS di bumi pertiwi. Aneh rasanya jika polisi lebih rela mengeluarkan keringatnya untuk menangkap Florence (yang tidak menunjukkan tanda perlawanan sama sekali) dibandingkan mengejar keberadaan ISIS yang menggeliat lincah tanpa disadari. Aneh rasanya jika kita (sebagai mahasiswa) mengetahui setiap detail kasus Florence Sihombing, tetapi tidak menaruh minat terhadap pergerakan ISIS yang diam-diam merajalela.

Tentu tidak seorang pun mengatakan bahwa perbuatan yang dilakukan mahasiswi UGM tersebut adalah tindakan yang tepat dan bijaksana. Namun, semua tentu menyadari bahwa masih ada begitu banyak permasalahan sosial lain (yang tentunya lebih penting karena menyangkut denyut nadi kehidupan masyarakat) yang harus diselesaikan. Sayang rasanya jika kita, pemerintah, dan masyarakat hanya membuang-buang energi untuk sebuah kasus “sepele” namun membiarkan kasus kelas kakap menggantung tanpa ada penyelesaian.

Gambar diambil dari


With love, 
Bella Bernadette
2013 022 017