Jumat, 24 Juni 2022

Menangis

 


Tujuh belas hari aku genap berusia 27 tahun. “Cieee, one step closer to 30” , suara itu yang kerap kali muncul di benakku akhir-akhir ini. Seperti sebagian besar orang, aku tidak merasakan perubahan berarti setelah meniup lilin ulangtahun.

Usai menyuap potongan sushi pada perayaan ulangtahunku, tentu aku tak serta merta mencapai hal-hal yang ingin kuraih. Masih ada proses yang harus kujalani. Masih ada hari esok yang harus dilalui.

Tak cuman itu, merasa ga dewasa,  (masih) suka bingung dengan diri sendiri, dan galau soal masa depan tetap kurasakan. Dulu, kupikir, setelah melewati usia 25 yang digalang-galang sebagai Quarter Life Crisis, frekuensi munculnya perasaan itu akan menghilang.

Ternyata “tidak semudah itu, Ferguso” #brb ndusel di pojokan

Ekspresiku ketika memikirkan makna bersikap dewasa

Ngomong-ngomong soal kedewasaan, (sumpah) rasanya sulit mendefinisikan apa-sih-artinya-dewasa.

Apa dewasa itu berarti berhenti bertingkah kekanakan? Atau mungkin dewasa itu berarti ga menangis ketika masalah bertubi-tubi melanda? Atau dewasa itu berarti tetap tersenyum biarpun hari terasa berat untuk dilalui?

Huaaa, kalo definisinya begitu, kayaknya sampe usia 80 tahun pun, aku ga akan menyentuh sifat dewasa itu deh.

Biar ga semakin bingung, aku mencoba mengambil makna dewasa dari Pijar Psikologi (anyway, mereka punya koleksi buku-buku psikologi yang okeee banget. You guys have to read it at least one of their collections)

Dewasa adalah tentang memaknai kembali semua pengalaman hidup, berfokus pada pengembangan diri di saat ini, dan bersiap menghadapi jatuh bangun yang akan terjadi di masa mendatang.

Dewasa artinya bertumbuh. Bersedia untuk tumbuh bersama diri sendiri, mencintai kekurangan dan kelebihan, optimis pada masa depan, serta berusaha untuk lebih baik dari diri yang sebelumnya.

Berkaca pada definisi tersebut, perjalananku usai menamatkan Pendidikan S1 mungkin menjadi pengalaman yang banyak mendewasakan diriku sebagai pribadi yang bocah nan kekanak-kanakan.

Bekerja membuatku merasakan makna bertanggungjawab sesungguhnya. Berbeda dengan kuliah (dimana kita membayar sejumlah uang untuk mengenyam pendidikan), bekerja menuntutku untuk bertanggungjawa terhadap suatu hal. Sebagai timbal baliknya, aku menerima sejumlah uang setiap akhir bulan (baca : gaji)

Ketika melangkahkan kaki sebagai Fresh Graduates, setiap hari diisi dengan kebingungan demi kebingungan. Aku dituntut untuk belajar dengan lebih cepat, lebih cepat, dan lebih cepat lagi. Aku diharapkan mampu menyelesaikan masalah demi masalah yang menghampiriku.

Kalo kata seniorku “ya wajar dongs. Kamu kan dibayar untuk menyelesaikan masalah itu. Kalo ga ada masalah apa-apa, ga perlu ada kamu di sini dongs?”

HUAAAA, bener juga sih, ujar batinku yang selalu diliputi kebingungan.

Ketika mau mewek, tapi bingung mau nangis dulu atau ngerjain kerjaan dulu karena deadline numpuk

Dengan bekerja, aku merasakan banyak hal baru yang tak terduga. Menunda menangis karena ada hal urgent yang harus diselesaikan adalahb pengalaman baru untukku.

Dulu, tak sulit rasanya untuk menangis. Hal itu terjadi secara natural. Tak perlu dipikirkan secara berlebihan. Ya terjadi begitu saja intinya.

Ketika bekerja, untuk pertama kalinya, aku berpikir “Kayaknya nangisnya ditunda nanti sore aja deh after office. Soalnya masih ada deadline projek A.” Serius deh, ga terbayang aku bakal berpikir seperti ini.

Atau kalo sudah terlalu kesal dan pengen nonjokkin orang yang bikin kesel *anarkis bgt anaknya ya, Bells*, opsi terbaik adalah menangis sambil bekerja WKWKWKWKWKWKWKKW. Rasanya aneh jika dibayangkan ya. Tapi … faktanya, aku yakin pasti banyak yang melakukan itu *ga mau dianggap aneh sendirian*

Bahkan ada momen dimana aku berpikir, “Buang-buang waktu ga ya nangis begini? Kalo nangis, aku jadi ga bisa menyelesaikan pekerjaan A, B, C, dstnya?!” Solusi terbaiknya apalagi kalo bukan nangis sambil mengerjakan pekerjaan kantor bukan? WKWKWKW #keseeel #mengapa aku begini

Dengerin deh lagu Runtuh ini di Spotify 

Lalu suatu sore, aku menemukan (dan ditemukan) oleh lagu Runtuh ini (yok bisa yok dengerin lagunya dulu). Mungkin bagi sebagian besar orang, untaian bait lagu ini biasa saja. Namun entah kenapa, sore itu, lirik lagu itu terasa menyakitkan buatku. (Biar lebih relate, boleh nih lagunya didengerin dulu. Terus chat aku ya apa pendapat kalian)

Ucapan rekan kerja yang menyakiti hati (HUAAA), keputusan yang dibuat tanpa mempertimbangkan pendapat kita, teman setim yang mengabaikan kesepakatan yang telat dibuat (aduh, macam gebetan yang suka janji manis tapi ga pernah ditepatin dah), dilangkahi berulangkali dalam proses pengerjaan sebuah projek, atau sesederhana dipotong pendapatnya hanya ketika aku baru mengucapkan beberapa kalimat sementara orang lain sudah menceritakan berparagraf-paragraf opininya … mungkin adalah hal-hal yang sanggup membuat aku sedih 😊

Kalo ada yang bilang nangis karena kerjaan itu culun, ya gpp. 😊 Semua orang bebas memiliki pendapatnya.

Tapi buatku, menangis tuh tanda kalo aku masih normal uyy! Aku bukan robot yang dibayar untuk menyelesaikan pekerjaan. Tapi ya aku manusia yang jelas punya perasaan, kecewa ketika aku memperjuangkan orang lain tapi orang lain seenaknya menyakiti hati, dan bisa patah hati dan malas untuk “kembali seperti semula”.

Nangis boleh, berhenti melangkah jangan EAAAA #sipalingdewasa.

Kalo bait lagu di atas bilang “bolehkah aku menangis sbelum kembali membohongi diri?”

Kalo aku bilang “bolehkah aku menangis sbelum kembali bekerja dan hahahihi lagi”

Aku ga peduli ada berapa kali lagi kita harus bekerja sambil menangis, tapi yang aku tahu, menangis tak berarti lemah. Menangis cuman bentuk validasi perasaan kita terhadap hal-hal yang terjadi di sekitar kita. Menangis cuman bentuk pertahanan diri kita (ya daripada teriak-teriak-kesel terus jambak-jambak-manja orang yang bikin kita emosi jiwa)

Karena menangis se ga merugikan itu (hehehe), jangan takut nangis cuman karena takut dianggap lemah. HEHEHE

At the end of the day, cuman “diri kamu” yang akan selalu ada untuk dirimu. Cuman “diri kamu” yang harus berjuang dan bertanggungjawab untuk menjalani hidup ini sampai titik selesai 😊

Yokbisayok lanjutin kerjaan abis mewek wkwkwk

Jadi menangislah ketika merasa sedih, tapi jangan pernah berhenti melangkah karena perasaan terluka itu cuman sementara (dendamnya yang selamanya WKWKWK #candaaa wkwkwk). Matahari masih terbit besok dan masih ada segudang cerita yang menunggu untuk kita jalani.



Note : dah lama ga nulis. Kangen juga. It's good to be back :)