Rabu, 29 Januari 2020

Happy Birthday



Jumat, 15 November 2019

Aku memandangi kalender yang membisu di meja kerjaku. Sekilas, kulirik jam dinding yang menimbulkan suara detak yang khas. Tak pelak lagi, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Pantas saja, nuansa sepi nan lenggang memenuhi lorong kantorku.

Masih ada tiga jam yang harus kulalui sebelum tanggal 15 November berganti menjadi 16 November. Sial, apa sih yang kutunggu? Memangnya apa yang akan berubah pada Sabtu besok? Bukannya besok cuman Sabtu seperti Sabtu yang lainnya? Apakah aku begitu membutuhkan alasan untuk sekadar menyapa dan menanyakan kabarnya?

Ups, apa kataku tadi? Menanyakan kabarnya? Kenapa pula aku ini. Mungkin kebanyakan lembur di kantor sendirian hingga larut malam membuatku memikirkan hal-hal yang seharusnya tidak kupikirkan.


Sial. Sial. Sial.

Dua minggu lalu, berbagi cerita dengannya terasa senatural bangun di pagi hari. Hmm, maksudku, setiap manusia memang akan bangun di pagi hari bukan? Tak ada yang istimewa. Sampai suatu ketika seseorang tak dapat membuka mata di pagi hari. Di momen itulah rasa syukur baru timbul, menyadari bahwa bangun pagi bermakna lebih dari sekadar membuka mata yang dilanjutkan dengan rutinitas.  

Hhhh, siapa yang menyangka, 7 x 24 jam kemudian, momen itu lenyap begitu saja. Sosok yang selalu ada untuk mendengar cerita remeh temehku menjelma menjadi bayangan yang sulit terjangkau. Jangankan bercerita panjang lebar, sekadar mengucapkan “good morning” saja aku tak bernyali.

Tak peduli dengan keresahanku, jam dinding terus berdetak. Jarum pendek sudah menunjukkan angka 11. Setengah pasrah, aku memandangi layar monitor di hadapanku yang menampilkan sejumlah konsep training yang sudah menyita perhatianku seminggu terakhir. Huft, dua jam berlalu begitu saja tanpa perkembangan berarti.


Sebagai Trainer Executive di sebuah perusahaan retail, membuat konsep training yang selalu harus diperbarui mengikuti keinginan managerku yang tak terbatas, melakukan visit ke toko-toko untuk memastikan materi training tersebut dieksekusi dengan tepat, dan melakukan evaluasi secara berkala merupakan makananku sehari-hari.  Jadi, seharusnya, berjibaku dengan konsep training, seperti yang tengah kulakukan saat ini, bukanlah hal yang sulit.

Bukan hal yang sulit seandainya perasaanku tak sedang berseberangan dengan logikaku. Perasaanku yang mendorong jemariku untuk mengetikkan namanya di Whatsapp. Kembali membuka percakapan terakhir yang telah mengkristal menjadi memori. Selanjutnya, seperti biasa, logikaku memaksaku menghapus kalimat yang telah susah payah kurangkai. Sementara perasaanku sibuk memutar ulang semua kebersamaan yang terlanjur terukir.


Sial. Sial. Sial.

Entah sudah berapa kata umpatan mengalir dari mulutku malam ini. Kesunyian ini justru semakin memecah konsentrasiku.

Di satu sisi, aku tak ingin menit demi menit berlalu secepat ini. Aku masih membutuhkan beberapa jam lagi untuk mematangkan konsep ini sebelum menampilkannya di meeting besok pagi. Di sisi lain, sulit rasanya menampis perasaanku yang jelas-jelas ingin segera menyaksikan jarum pendek melenggang ke angka 12, momen dimana akhirnya aku punya secuil alasan untuk sekadar menyapanya.


Sabtu, 16 November 2019

Sial. Waktu sudah menunjukkan pukul 00.05.

Menyerah dengan konsentrasiku yang semakin buyar, kututup layar laptop yang masih menampilkan slide demi slide powerpoint berisi ide-ide training yang sudah kususun dengan susah payah.

Dengan gontai, aku melangkah, melewati lorong kantor yang senyap. Kesunyian yang tidak keperlukan di saat-saat seperti ini. 

Sebuah taksi biru yang ngetem di depan kantorku menjadi pilihan pertamaku setibanya di lobby.

Udara malam semakin dingin. Jalanan lenggang. Tak seorang pejalan kaki pun yang melintas. Sesekali kendaraan berlalu-lalang dengan kecepatan tinggi, seolah ada tujuan yang harus segera dicapai.

Skenario yang terhampar di hadapanku semakin menggenapkan kebingunganku. Tuhan seolah-olah tengah menguji perasaanku, memastikan apakah masih ada sedikit rasa yang tertinggal antara aku dan laki-laki yang berulangtahun di tanggal 16 November ini.


Peduli amat dengan rasa gengsi. Tujuh hari tanpanya adalah sesuatu yang asing bagiku. Tujuh hari tanpanya bukanlah tujuh hari yang biasa kulalui. Tujuh hari tanpanya adalah sesuatu yang masih perlu kupelajari sedikit demi sedikit.

Setelah berulangkali menghapus pesan yang kuketik, akhirnya berhasil juga kutekan tombol send di aplikasi Whatsapp.


“Happy birthday! Semoga di ulangtahun kali ini, kamu semakin bahagia. Semakin bijak dengan pilihan-pilihan hidup yang kamu buat. Semakin sukses di karir. Semakin jago main futsalnya! Hehehe. Gue bingung sebaiknya gue ngomong ini atau engga, but I miss you a lot. Gue kangen sama lo. Udah itu aja. Doain gue supaya cepet move on dari lo ya 😉. Semoga WA gue ini ga menghancurkan mood ulangtahun lo! Once again, happy birthday! 😊



Entah apa yang merasukiku sehingga aku bisa segamblang itu membicarakan perasaanku. Sebagai manusia yang termasuk dalam kaum serba gengsian, percayalah, aku pun tak percaya bahwa aku mampu menuliskan pesan semacam itu.

“Bu, sudah sampai,” ucapan supir taksi sontak memutus lamunanku.


Sesampainya di apartemenku, aku bergegas menuju shower. Aku cuman ingin berhenti memikirkannya. Berhenti memikirkan reaksinya ketika menerima pesanku. Berhenti membayangkan bagaimana kecewanya perasaanku jika ia memutuskan untuk tidak membalas pesanku. Berhenti membayangkan berapa banyak keresahan yang akan timbul di otakku sampai ia memutuskan untuk membalas pesanku.

Sambil mengeringkan rambut, kutatap layar ponselku yang berkedip-kedip. Pertanda bahwa ada pesan Whatsapp yang menungguku.


“Hai, thank you! Makasih masih inget utah gue ya. Makasih untuk semua wishes-nya. Gue juga kangen kok sama lo. Banget. Setiap pagi, gue refleks buka WA dan keinget untuk ngucapin good morning ke lo. Setiap hari, gue bertanya apakah keputusan ini adalah keputusan yang tepat. Kadang gue juga mikir apa lebih baik kita balik kayak dulu lagi. Tapi untuk saat ini, gue percaya ini adalah keputusan terbaik. Semoga kita segera menemukan orang yang tepat di waktu yang tepat!”


Aku menghirup udara sedalam-dalamnya. Berusaha mengusir perasaan mencekik yang muncul tanpa bisa kucegah.

Sebaris senyum terukir di bibirku. Sebuah pemahaman baru terbentuk. Perasaan lega memenuhi hatiku.

Menghabiskan waktu bersamanya adalah salah satu momen terbaik dalam hidupku. Menertawakan lelucon recehnya yang khas boleh jadi akan selalu kurindukan. Menceritakan segala keluh kesahku padanya adalah hal yang menentramkanku pada masanya. Janji bertemu dengannya menjadi semangatku untuk terus berlari dan bertahan. Ia pernah menjadi salah satu kekuatan terbesar yang kumiliki.

Namun kehadirannya tak selalu berarti bahagia. Bahagia bersamanya berarti perasaan nyaman yang diliputi kabut kebingungan tentang seberapa besar rasa sayangnya untukku. Kenyamanan bersamanya berarti ketentraman yang diliputi keresahan tentang mengapa ia tak cukup memberikan effort untuk kami. Lelah juga rasanya berlari sejauh ini bersamanya dengan pertanyaan yang selalu memenuhi benakku.

Kehadirannya memang bukan tanpa alasan. Eksistensinya dalam hidupku mengajarkan beberapa hal baru yang tak pernah kupahami sebelumnya. Rasa sayang tanpa tindakan adalah cara terbaik untuk membunuh perasaan itu sendiri. Pertanyaan yang muncul setiap kali ia menghilang tanpa kejelasan bisa jadi pertanda yang tak boleh diabaikan.

Selamat ulang tahun. Selamat bertambah tua.



With love,
Bells


Kamis, 23 Januari 2020

Ragu tapi Rindu


Menempuh jarak Bintaro-Sunter setiap hari rupanya mampu menyedot sebagian besar energiku. Segala rencana yang telah kususun sedemikian rupa langsung ambyar berubah begitu menjejakkan kaki di rumah.

Duh, males banget yak kalau mau olahraga lagi. Mendingan mandi terus bobo.

Mana bisa nulis dalam keadaan capek. Kan nulis butuh inspirasi.

Mager ahh baca buku. Mendingan scroll Twitter sambil rebahan #kaumrebahangariskeras


Meskipun aku sudah bertekad untuk lebih konsisten menulis di tahun 2020, nyatanya 23 hari berlalu tanpa satupun tulisan baru di blog ini. Hmmm. #dasarsiBella

Begitu juga kemarin malam. Daripada susah payah merangkai kata menjadi paragraf, aku memutuskan berbaring di atas tempat tidur. Toh aku sudah capek bekerja seharian. Belum lagi menempuh perjalanan yang menghabiskan 1/6 hidupku setiap harinya.

Dengan mata setengah mengantuk, jemariku lincah men-scoll Insta Story yang muncul di layar ponselku. Tanpa sengaja, aku membaca Insta Story Kak Nadya Julia (Hallo, Kak! Aku fans setiamu yang (dulu) selalu menunggu suaramu di Prambors setiap pagi loh).

 Ini dia tumblr kece Kak Nadya Julia

Rupanya, Kak Nadya baru saja mem-posting sebuah tulisan di Tumblr. Sambil tiduran, mulailah aku berpetualan di Tumblr-nya. Sebenarnya aku sudah beberapa kali sih mampir di Tumblr-nya. Namun, ini pertama kalinya aku membaca tulisannya satu persatu.

Duh, kalau sudah begini, tiba-tiba saja aku jadi kangen menulis. Kangen mencurahkan apa yang kupikirkan dalam bentuk tulisan. Kangen menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengeksplorasi ide. Kangen duduk di depan laptop sambil sibuk menyusun kata.


Benci Ragu tapi rindu
Mungkin ini kata yang paling tepat untuk mendeskripsikan relationship-ku dengan gebetanku menulis.

Ragu untuk memulai kembali kalau sudah lama ga bermain kata. Ragu karena merasa kok susah banget ya merangkai kalimat pertama. Ragu karena rasanya ... bingung dan takut ga mampu menulis dengan baik.

Tapi RINDU! Kalo kata Dilan kan ... #mulai melenceng #hehehehe #abaikan
Iya. Rindu! Rindu untuk mulai menulis kembali. Rindu masa-masa dimana menulis itu menjadi kebutuhan. Rindu untuk menulis tanpa berekspektasi apa-apa supaya ga kecewa. Duh!


Jadilah, malam ini, di hari ke-23 di tahun 2020, aku pengen bilang “welcome back to my blog”.
Menjanjikan kalau satu post di blog setiap minggu rasanya terlalu muluk untukku sama seperti gebetan yang janjinya suka muluk bgt pas PDKT.

Tapi yang aku tau, aku kangen nulis. Udah. Itu aja. Titik.

Dan karena kata “kangen” itu harus dibuktikan dengan tindakan #eaaa #jangankayakahsudahlah, pastinya jumlah postingan di tahun 2020 ini kudu wajib banget lebih banyak dari tahun 2019! Hehehehe.

Sejujurnya aku pun ragu pake banget bisa menulis secara konsisten. Tapi aneh kan kalo bilangnya sayang tapi ga ada effort sama sekali suka menulis tapi jarang menulis?! Hehehe.



Anyway, I wish you all an amazing year ahead! Hello 2020! I’m ready to rock n roll! 😊