Senin, 03 Agustus 2015

Missed Call



Kita mungkin sudah lupa rasanya berbagi cinta, begitu juga dengan rasa sakit yang tertinggal.

Layar ponsel yang berkedap-kedip memaksaku mengalihkan perhatian dari tumpukan artikel yang menyita segenap pikiran. Sebuah missed call mampir di layar ponselku, yang sudah delapan bulan lamanya diam membisu.

Sebuah nama yang tak asing, walaupun kini sudah menjelma menjadi sosok asing untukku, terpampang jelas di sana. Spontan, mataku mengerjap cepat. Jantungku berdetak dengan irama maraton. Sesuatu yang sudah lama tak kurasakan, kecuali ketika aku jumpalitan mengikuti pertandingan bulutangkis.

Tak salah lagi, beberapa huruf bertuliskan namanya masih terukir di tempat yang sama. Seolah memastikan bahwa aku tak sedang berkhayal di tengah deadline yang menumpuk.  

Tiba-tiba, aku teringat beberapa akun galau di timeline salah satu aplikasi chatting berwarna hijau muda. “Setahun yang lalu, kita bisa bercerita tanpa henti. Sekarang, jangankan bercerita, bilang ‘Hai’ saja aku berpikir seribu kali.”

Biasanya, aku tak peduli dengan foto-foto berisi kalimat galau khas anak muda itu. Namun, hari ini, khusus hari ini saja, kuakui, akun-akun yang selama ini kupikir tak ada gunanya itu ada benarnya juga.

Missed call itu memaksa otakku mengingat hal-hal yang rasanya tak ingin kuingat. Tanpa sadar, jemariku membuka beberapa percakapan kita, yang sudah lama berkarat di ponselku.  

Perasaanku campur aduk. Rindu itu menyergap begitu saja.

Sudah lama rasanya tak mendengar ucapan maaf dari bibirmu tatkala kamu selalu tertidur di tengah-tengah percakapan panjang nan seru. Sudah lama rasanya tak mendengar lelucon garing yang selalu mampu membuat aku tersipu malu. Sudah lama rasanya tak melirik jam dinding dan menunggu jarum panjang menunjuk angka tujuh, waktu dimana pemilik missed call tadi tak lagi disibukkan dengan rengekan anak kecil ataupun tugas yang sukses membuat kantung matanya semakin tebal. 

Ahh, rupanya memori itu masih tersimpan di benakku. Hanya menunggu waktu yang tepat untuk meronta dan keluar dari jeratan kata lupa.

Jemariku masih terus membuka sisa-sisa percakapan yang belum sempat kuhapus karena alasan kesibukan. Padahal, mungkin, aku sendiri yang tak ingin kehilangan jejaknya. Aku yang terlalu takut kehilangan bayang terakhir yang ia tinggalkan atas nama cinta.

Air mataku menetes tatkala mengingat masa-masa sulit yang telah berlalu. Ketika cinta tak lagi menjadi topik favorit kita. Digantikan dengan perdebatan yang sebenarnya tak perlu diucapkan. Sampai akhirnya, kita memutuskan untuk berselisih jalan dan mengambil rute yang berbeda.

Tak lama setelah berpisah, kita masih saling bicara, mencoba menanggalkan rindu yang masih bergelung. Aku masih ingat betul perasaan sedih yang harus kuhirup tatkala ia mulai memanggilku dengan nama panggilan yang sering digunakan teman-temanku. Tak ada lagi panggilan lucu nan unyu ala orang yang sedang jatuh cinta. Tak ada lagi tawamu yang terpingkal-pingkal kala menyaksikan film kartun ala Disney kesukaanmu.

Rasanya begitu gelap dan asing. Ketika itu, kita masih saling bicara walaupun hati meronta karena perubahan yang begitu drastis. Perubahan yang memaksaku untuk berhenti meletakkanmu di tempat yang spesial.

Setelah ribuan detik berlalu, aku belajar hidup tanpa warnamu. Perlahan, puluhan memori indah mulai membingkai perjalanan hidupku. Kesibukan yang menyita waktu setidaknya mampu memaksaku untuk berhenti menangis dan memulai hal-hal baru.

Kini, ketika missed call itu terpampang nyata di layarku, aku hanya dapat termenung dan menunggu. Terlalu takut untuk bertindak. Terlalu takut bahwa aku akan jatuh cinta lagi pada sosok yang sama. Terlalu takut bahwa rasa yang terpendam itu kembali muncul ke permukaan. Terlalu takut bahwa semua tak lagi sama.

Biarlah waktu yang menjawab semuanya. Antara aku dan missed call yang tak tentu maknanya itu.



Notes :
Hai semua :D Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali aku menulis karena aku memang ingin menulis (bukan karena deadline majalah atau tugas kuliah). Daaaaan .. .. .. *drumroll* rasa senang sekali bisa kembali menulis karena keinginan sendiri.

Oh ya, biasanya, setelah aku posting, pasti ada beberapa orang yang bertanya apakah ini berdasarkan pengalaman pribadi?. Sebelum ditanya, aku ingin menjelaskan kalau ini hanyalah fiksi semata. Yeah. :D

Btw, please your comment bellow. Its my pleasure to know your opinion about this. :D



With Love,
Bella